Keumala 20 Tahun Sebagai Ibu Kota Aceh

A. Keumala, Sebagai Ibu Kota Aceh

Pada awal tahun 1874,kedudukan pemerintah Aceh telah berpindah-pindah untuk beberapa waktu dari satu tempat ke tempat lain.sewaktu montasik jatuh tahun 1878 dan Habib menyeleweng , posisi indrapuri terancam segera pula dipilih kedudukan baru pemerintahan,yaitu pekan keumala.pada awal 1879,sultan bersama Tuanku Hasyim bersama putranya Tuanku Raja Keumala dan Panglima Polim bersama putranya Teuku Raja Kuala diperintahkan menjalankan roda pemerintah disana,selain mereka ada beberapa tokoh lain yang berperan dalam membangun pekan keumala yaitu, Teuku Paya mantan Panitia Delapan di Penang dan putranya,Teuku Asan ,Imam Leung-bata,Teuku Nanta selain menjadi uleebalang VI Mukim,juga menjadi pejabat panglima XXV sagi.
Jatuhnya ibu kota kerjaan Aceh di Indrapuri yang disebabkan oleh serangan kolera tentara belanda yang menyebabkan sultan Muhammad Dawot Syah dan pengikutnya mencari pusat kedudukan baru dan memilih pekan keumala sebagai lokasi yang tepat. Alas an memiih pekan keumala karena letaknya yang strategis dan aman dari bahaya penyerbuan mendadak dan seluruh rakyat Keumala siap untuk bertempur menghadapi belanda dalam waktu yang singkat.
Terpilihnya keumala sebagai pusat atau ibukota kerajaan Aceh sedikit banyaknya berkat peran Teuku Bentara Keumangan Pocut Usman yang memberi pendapat untuk berkedudukan di Keumala. Setelah mendapat persetujuan dari uleebalang keumala selanjutnya kerajaan dipindahkan ke pekan keumala,namun dengan perpindahan ibukota ke keumala memperuncing persaingan antara Teuku Pakeh selaku penguasa Pidie dengan Teuku Bentara Keumangan sebagai raja Gigieng.
Pidie adalah satu-satunya negeri (sekarang kabupaten)  yang banyak jumlah bilangan mukimnya dibandingkan dengan luasnya, batas – batasnya sudah banyak berubah sejak dulu akibat adu domba dan putusan sepihak Belanda,yamg dulunya Pidie terdiri dari dua gabungan para XII uleebalang yang disebut Mukim Pidie,yang diketahui oleh Raja Pidie Teuku Raja Pakeh Dalam dan kedua gabungan para VI uleebalang Keumangan yang diketuai oleh Teuku Bentara Raja.masalah perbatasan bisa timbul antara dua kekuasaan yang bertangga, Belanda tidak pernah melepaskan perhatian nya terhadap masalah seperti ini karena disinilah terdapat peluang untuk mengadu domba,bahkan mengingat pentingnya kedudukan pidie maka timbulnya sengketa ini lebih-lebih merupakan kesempatan berharga.
Dengan terbangunnya kerajaan dikemala Dalam dan menjadi pusat pemerintahan kerajaan Aceh berlangsung hingga 20 tahun lamanya,dengan berlangsungnya kerajaan di keumala membuat penduduk keumala Dalam menjadi ramai,dan masyarakat mulai melakukan rapat – rapat militer dan melakukan musyawarah,dan para para uleebalang sudah mulai datang ke kerajaan untuk mendapatkan stempel cap Sembilan dari sultan Muhammad dawot syah sebagai bukti mereka sebagai pegawai Aceh.
Namun, meskipun keumala sebagai ibukota kedua kerajaan aceh pada tahun 1879,tidak ada sisa artefak peninggalan kerajaan  Aceh yang terdapat ditelusuri dikeumala,kecuali bukti dari catatan –catatan literature masa silam,karena perang Aceh-Belanda tidak memberikan peluang bagi pihak kerajaan membangun infrastruktur yang layak bagi ibu kota kedua Aceh,walaupun demikian keumala lah yang kemudian berperan penting bagi eksitensi kerajaan Aceh walaupun tidak untuk waktu yang lama.

B. Aktivitas Syekh Saman Di Tiro

Sejak tahun 1880 Belanda mengalami situasi pahit karena kekuatan mereka merosot. Belanda melanjutkan siasat adu-domba dan juga meningkatkan upaya membeli pimpinan-pimpinan dn pahlawan perang . tiada diperhitungkan oleh Belanda berapa jumlah yang harus dibayar,syaratnya hanya asal mau dibeli.
Dalam tahun 1881, panglima sagi XXVI mukim teuku cut Banta lamreueng telah tiada. Belanda mengatakan bahwa dia dibunuh atas perintah Imam Leung-bata karena takluk kepada belanda. Sebetulnya dari permulaan Cut Lamreueng memang aktif melawan Belanda,bahkan tatkala terdesak pleh serangan Van Der Heijden, Cut Lamreueng turut berhijrah ke keumala . Rupanya dia tidak tahan lagi berjuang,sumber ini mengatakan bahwa dia terbunuh oleh anak-anak Teuku Muda Lampathe Nya’ Banta Sri Imam Muda , pewaris sah kesagian XXVI Mukim.
Sejak Belanda mendaratkan tentaranya pidie menyusul taklunya teuku pakeh Dalam, rakyat pidie dengan pimpinan ulama di Tiro terus mengadakan perlawanan. Teuku Ci’Di Tiro telah diberi kekuasaan untuk menggelar perang semesta di bagian Aceh Besar, untuk keperluan ini dia diangkat sebagai wazir sultan,teuku Ci’Di Tiro memimpin sabil di dua tempat yaitu Aceh Besar dan Pidie. Dilampaih , Teungku Syekh Saman, yang sudah luas disebut Teungku Ci’ Di Tiro , menerima orang-orang yang insaf kembali,mulai dari golongan uleebalang sampai golongan orang hukuman, teungkue Ci’Di Tiro giat memberi nasehat dan petunjuk betapa dosanya membiarkan kafir menguasai tanah air orang Islam.
Bulan maret 1883, panglima Nya’Hasan, dari sebelah timur Tungkop (kesagian XXVI Mukim), menyerang Pantai Putih.Nya’ Hasan adalah salah seorang panglima Teuku Umar yang pilihan, bulan April tiba giliran pos di krueng Raba terpaksa dikosongkan oleh Belanda.

C. Pejuangan Teuku Asan

Teuku asan adalah putra tgku paya  atas persetujuan ayahnya teungku paya yang sudah  memilih tempat perjuanagn untuk turut mengambil bagian memimpin front medan perang Pidie, maka Teuku Asan berjuang di XXVI Mukim,menghadapi Jenderal Van Der Heijden dengan membuat pertahanan di lambada. Teuku Nya’Muhammad yang telah bekerja sama dengan komponi telah memaksa rakyatbdi kampungnya supaya membeli senjata untuk mengkhianati Teuku Asan.
Usaha Asan dapat dikatakan berhasil setengah jalan. Pedagang-pedaagang Tionghoa sendiri nampaknya lebih bersimpang  kepada perjuangan dari pada kepada Belanda,walaaupun pada umumnya golongan pedagang ini lebih mengukur soal rugi laba dari pada simpati. Dalam perjuangan di medan ini, panglima-panglima dibawah Teuku Asan ialah Nya’ Bintang, Teuku Usen dari paga Raja. Hasil-hasil yang dicapai Teuku asan di sini ialah serangan terhadap konvoi yang menghubungkan pos-pos Belanda sampai ketepi pantai. Akibat serangan tersebut Belanda mengadakan ofensif dari bentengnya sebelum konvoi berangkat.
Teuku Asan meninggal karena suatu pengkhianatan,dia sudah lama mengisafkan golongan pengikut-pengikut Teuku Nya’muhammad supaya menyadari bahwa musuh sebenarnya adalah Belanda,bukan lah kaum sabil. Hasil yang dicapainya memang menguntungkan,tapi tatkala di ujinya untuk lewat ke uleulheu, dengan perkiraan bahwa daerah itu sudah aman, ternyata dia telah keliru. Dia diserang tiba-tiba,kkarena menderita luka berat dia digotong oleh pengikut-pengikutnya,namun Teuku Asan kemudian wafat.
Tidak ada sisa artefak peninggalan kerajaan Aceh yang dapat ditelusuri dikeumala,kecuali bukti dari catatan literature masa silam, karena perang Aceh Belanda tidak memberikan peluang bagi pihak kerajaan Aceh untuk membangun infrastruktur yang layak bagi ibukota kedua.


DAFTAR PUSTAKA

Said,Muhammad H., Aceh Sepanjang Abad, Medan: Harian Waspada, 2007.

Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
17 Juni 2016 pukul 01.29 delete

ambil referensi dari buku aceh sepanjang abad jilid 2 ya riska?

Reply
avatar